Dunia tiada yang abadi, sebuah kata yang terdengar sangat familiar di telinga kita, setiap detik waktu berlalu terkadang suasana pun cepat berubah. Tak mugkin ada manusia yang merasa bahagia terus-menerus, sebaliknya tidak ada manusia yang merasakan kesedihan selamanya. Begitulah kehidupan seperti roda berputar, ada waktu ketika kita merasa senang adakalanya pula terbenam dalam kesedihan.
Begitu banyak permasalahan silih berganti setiap hari, mari
kita renungkan dalam menyelami problematika kehidupan manusia, semakin kita
mengejar dunia, maka dunia akan terus menjauh, berharap engkau terus berlari
mengejarnya. Itulah penyakit “wahn” cinta dunia dan takutkan mati.
Terkadang bekerja keras tanpa henti, tiada waktu untuk bertemu
keluarga, menyempatkan waktunya untuk mendampingi dalam mendidik anaknya.
bekerja keras selama 8 jam setiap hari rumah seakan hanya tempat singgah untuk
beristirahat sejenak, belum lagi jika ada tugas dari kantor yang menjadikan
keharusan lembur mengerjakan.
Anak yang seharusnya mendapat kasih sayang orang tuanya
bahkan diserahkan kepada orang lain untuk mengurusnya, lalu apakah bedanya
mereka dengan anak yatim piatu. Merasa tiada memiliki ayah dan bunda yang
memberi kasih-sayang. Orang tuanya terlalu cinta dengan pekerjaan, melenakan
tugas utama sebagai guru bagi anaknya.
Kita tahu selama ini roda kehidupan pekerja semakin sibuk dengan rutinitas, dengan semakin banyaknya pengangguran, tak jarang mereka berbondong-bondong menuju kota berharap memperoleh pekerjaan yang layak. Terkadang harus bertaruh nyawa, naik kereta api dengan mengesampingkan risiko yang bakal di terima, sudah menjadi pemandangan wajar setiap jam berangkat ataupun pulang pekerja, entah itu di pabrik maupun kantoran.
Selain mencari harapan di kota-kota besar, tak jarang pekerja Indonesia bertekad menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ataupun Tenaga Kerja Wanita (TKW) menaruhkan harapan memperoleh kebahagian di negeri orang. Banyak dari mereka berpendapat, sengsara apapun pekerjaan jika masih berada di negeri sendiri terkadang masih merasakan ketenangan. Bisa diartikan sengsara di negeri orang adalah hal yang wajar. Namun mengapa masih banyak yang ingin pergi keluar negeri?
Kita tahu selama ini roda kehidupan pekerja semakin sibuk dengan rutinitas, dengan semakin banyaknya pengangguran, tak jarang mereka berbondong-bondong menuju kota berharap memperoleh pekerjaan yang layak. Terkadang harus bertaruh nyawa, naik kereta api dengan mengesampingkan risiko yang bakal di terima, sudah menjadi pemandangan wajar setiap jam berangkat ataupun pulang pekerja, entah itu di pabrik maupun kantoran.
Selain mencari harapan di kota-kota besar, tak jarang pekerja Indonesia bertekad menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ataupun Tenaga Kerja Wanita (TKW) menaruhkan harapan memperoleh kebahagian di negeri orang. Banyak dari mereka berpendapat, sengsara apapun pekerjaan jika masih berada di negeri sendiri terkadang masih merasakan ketenangan. Bisa diartikan sengsara di negeri orang adalah hal yang wajar. Namun mengapa masih banyak yang ingin pergi keluar negeri?
Melihat risiko yang besar jika bekerja di perkotaan, banyak
di antaranya berlasan meninggalkan desa karena beban hidup yang berat dan
penghasilan yang tak menentu. Bekerja seperti mengais sisa-sisa rezeki, dan
kurangnya lapangan pekerjaan di desa menjadi alasan utama. Sekali lagi uang
menjadi sebuah alasan, uang seakan menjelma sebagai tuhan yang menjadi tujuan
utama.
Berapa rupiahkah yang bisa terkumpul? Bahkan bisa dikatakan
manusia samadengan mesin, bekerja tak mengenal waktu. Saat istirahat, makan,
dan ibadah sudah di atur dalam agenda rutin pekerja setiap hari. Mereka
terjebak dalam rutinitas yang tak berakhir, seperti robot semua waktu sudah
terjadwal dan harus diaksanakan.
Bila pekerjaan sudah membelit kehidupan, dan tak lagi
merasakan kebahagiaan. Merasa ada yang kurang dan terus mencari, namun tak bisa
menemukan. Seperti menyerah dan pasrah dengan hidup.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). QS Ali Imron : 14
Saatnya kembali kepada tujuan awal kehidupan kita, dengan merasa hidup ini hanya sementara. Dunia hanyalah kesenangan yang semu, dan tak lama kita merasa bosan dengan rutinitas yang membelit keseharian.
Saatnya kembali kepada tujuan awal kehidupan kita, dengan merasa hidup ini hanya sementara. Dunia hanyalah kesenangan yang semu, dan tak lama kita merasa bosan dengan rutinitas yang membelit keseharian.
Bagikan
apa Yang Paling Berharga dalam Hidup? - Renungan Senja
4/
5
Oleh
Unknown
1 komentar:
Tulis komentaryang paling berharga dalam hidup adalah mematuhi perintah Sang Maha Kuasa, mengumpulkan pundi-pundi kebaikan untuk modal kelak kita di akhirat
Reply