Sabtu, 16 September 2017

Salah Siapa Rendahnya Literasi di Indonesia? - Generasi Update Status


Sering kita mendengar banyak orang berbicara mengenai masalah literasi di indonesia sangat memperhatinkan, bahkan digambarkan 1000 anak hanya 1 yang memiliki jiwa literasi. Tapi jika dilihat perkembangan teknologi saat ini, anak-anak dibawah umur banyak sudah mengenal gadget dan smartphone.

Jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia bahkan bisa dikatakan 5 besar didunia menurut kominfo. Bisa jadi hampir semua orang mempunyai smarphone. Dengan demikian apakah penyebab rendahnya literasi di Indonesia, karena jika kita bicara masalah literasi hanya soal baca tulis, hampir semua anak di Indonesia sudah membaca dan menulis status mereka setiap hari di media sosial.

Literasi bukan hanya soal baca tulis,

National Institute for Literacy, mendefinisikan Literasi sebagai “kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.” Definisi ini memaknai Literasi dari perspektif yang lebih kontekstual. Dari definisi ini terkandung makna bahwa definisi Literasi tergantung pada keterampilan yang dibutuhkan dalam lingkungan tertentu.

Education Development Center (EDC) menyatakan bahwa Literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Namun lebih dari itu, Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan juga pengalaman. Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah seperangkat keterampilan nyata – khususnya keterampilan kognitif membaca dan menulis – yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh dan dari siapa memperolehnya.

Dengan pengertian literasi di atas tentunya kita megetahui literasi memiliki pengertian yang mencakup kemampuan berfikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, digital, visual, ataupun auditorial.

Sehingga dengan potensi pengguna media elektronik terbesar di dunia, kenapa masih rendahnya literasi di Indonesia? Kebanyakan dari anak-anak jaman sekarang menggunakannya hanya sebatas untuk main game dan media sosial, memang literasi bisa berupa literasi informasi, literasi media dan sebagainya, namun jika kita melihat yang sedang tranding dibicarakan di media sosial hanya hoax dan informasi sampah.

Bicara masalah kemampuan untuk memilah dan menganalisa informasi, itulah penyebab rendahnya literasi di indonesia. Gerbang dari semua pemahaman itu, tetaplah membaca dan membaca. Jika anda seorang muslim tentu mengenal tentang ilmu qauliyah dan kouniyah.

Sehingga bukan hanya anak yang dihakimi memiliki nilai rendah dalam literasi, men-judge mereka dengan statement generasi rendah membaca, namun tanpa berfikir,

sudahkan kita memfasilitasi mereka untuk membaca?

Sudahkan kita mengenalkan literasi kepada mereka sejak dini sebagai basic literacy di kehidupannya kedepan?

Lalu salah siapa rendahnya literasi di indonesia di generasi sosmed saat ini.

1. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan gudang dari segala disiplin ilmu, orang tanpa sekolah hanya dengan membaca seluruh buku diperpustakaan dengan koleksi mutakhir pemikirannya tak kalah dengan sarjana, walaupun tingkat analisis yang berbeda.

Sudahkah fasilitas perpustakaan di Indonesia memadai? Jika kita tengok lagi di beberapa daerah koleksi buku diperpustakaan jarang sekali di up-date, sehingga koleksi-koleksi lama yang seringkali tampak. Kualitas buku pun bisa dipertanyakan.

Dengan kemajuan teknologi mengenal e-library tentu sebuah trobosan di era digital saat ini. Perpustakaan serasa dalam genggaman, namun akses dan penggunaannya pun masih bisa dikatakan ribet.

Namun dari semua fasilitas tersebut, kenapa juga banyak yang kurang memperhatikan, kebanyakan perpustakaan hanya untuk pelajar dan mahasiswa itupun hanya untuk mengerjakan tugas, apalagi mereka yang tak punya predikat sebagai pelajar.

2. Pengguna smartphone
Sangat disayangkan meski memiliki predikat pengguna smatrphone terbesar, Indonesia masih memiliki kendala dalam bidang melek teknologi informasi dan edukasi. Peran orang tua sebagai fasilitator anaknya malah terkadang lebih pintar anaknya dalam menggunakan smartphone.

Hingga tak jarang banyak anak sekarang salah menggunakan smartphone mereka untuk hal-hal yang justru dalam jangka panjang menyebabkan tumpul berfikir dan tidak bisa mengolah informasi yang benar.

3. Peran sekolah
Sekolah sebagai rumah kedua bagi anak, memegang peranan penting dalam mengajarkan literasi sejak bangku sekolah. Namun kenyataannya, banyak dari siswa hanya mendapatkan ilmu berbasis teorikal saja, meskipun dalam K-13 sudah di gadang-gadang pembelajaran berbasis konseptual, kenyataannya dilapangan banyak guru hanya menyampaikan apa yang ditulis dibuku, tanpa pembelajaran kehidupan yang justru berguna di masa depannya.

Pernah saya mengikuti seminar kepenulisan di salah satu kampus di Malang mereka mengatakan, sampaikapanpun jika para guru tidak memiliki tulisan, entah itu dalam bentuk buku, jurnal dan penelitian, tiada mungkin literasi di indonesia akan meningkat.

Karena dengan menulis, seseorang memaksa dirinya untuk membaca, dengan menulis pemahaman-pemahaman baru muncul di benak dan pikiran mereka, dengan menulis pula guru bisa mengasah kemampuan berfikir mereka.

4. Pemerintah
Pemerintah sebagai poros terdepan dalam pembangunan di Indonesia, entah itu bangunan fisik dan non-fisik (Kualitas SDM). Mereka lah yang membuat peraturan-peraturan yang bisa mempengaruhi pola pikir masyarakat di negaranya tersebut.

Dengan sulitnya peraturan mengenai UU penulis dan penerbit mengakibatkan harga sebuah buku bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Apa kah ilmu hanya untuk orang-orang ber-duit, selain itu juga banyak penulis yang mengeluhkan ribetnya mengenai pajak penulis.

Misalkan Tere Liye bahkan rela memutus kontrak dengan dua penerbit TOP di Indonesia yaitu republika dan gramedia. Karena msalah pajak yang tidak fair menurut bang Tere. Apa yang dikatakan tere liye dalam sebuah statusnya di fans page FB nya. Dia rela membagikan tulisan novelnya secara gratis di akun resminya tersebut. Tere liye menanyakan tentang masa depan literasi di Indonesia.

___________________
Lalu sekarang kita pikir, salah siapa redahnya literasi di Indonesia?
Salah saya, ngapain ngajak kamu mikir ^_^


Referensi.
Kompasiana - Indonesia Darurat Literasi

Dkampus.com – Pengertian Literasi Menurut para Ahli

Bagikan

Jangan lewatkan

Salah Siapa Rendahnya Literasi di Indonesia? - Generasi Update Status
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

2 komentar

Tulis komentar
avatar
16 September 2017 pukul 21.04

Dunia sudah berubah, banyak sekali perubahan di sana sini

Reply
avatar
18 September 2017 pukul 07.59

rendahnya literasi itu bukan salah siapa-siapa karena perkembangan teknologi khususnya smartphone dan media sosial yang menyebabkan itu terjadi

Reply