Tinta Literasi: Agent of Change? Mahasiswa tolonglah lihatlah kebawah
Sebagimana mahasiswa harus bisa memenuhi kriteria tridarma
perguruan tinggi, penelitian dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta
pengabdian masyarakat. Mahasiswa digadang gadang sebagai agen perubahan (agent
of change) yang mana peran serta mereka diharapkan dapat membawa perubahan bagi
msayarakat dan Negara.
Lalu peran apakah yang akan diambil mahasiswa dengan label agent
of change tersebut? Kita tahu sendiri mahasiswa banyak terkotak-kotak menjadi
beberapa jenis dengan maksud tujuan kuliah berbeda-beda. Dalam postingan saya
dengan judul: jenis-jenis mahasiswa yang patut kalian ketahui disitu jelas
sekali banyak kepentingan-kepentingan yang mereka bawa demi melangkah
mendapatkan gelar sarjana. Banyak dari mereka menyadari peran sebagai agent of
change, tak sedikit pula yang hanya kupu kupu alias kuliah pulang 2x. atau “apatis”
sebagian mahasiswa organisasi menyebutnya.
Tak sedikit dari mahasiswa ketika dalam forum-forum diskusi
atau dalam status medsos mereka mengatakan “kalian itu jangan apatis, ambil
peran kalian sebagai mahasiswa” saya sangat setuju dengan perkataan tersebut,
namun apakah peran tersebut sudah benar?, apakah mereka mengikuti organisasi
tertentu murni sebagai pengabdian kepada masyarakat, menyalurkan dan membela
aspirasi rakyat kecil atau hanya demi kepentingan politik.
Perkataan yang menarik dari salah satu forum literasi di
malang, rumah literasi sahabat akil. Dalam salah satu acara pesta buku di taman
krida jalan soekarno hatta, bapak wili atau mas wili sapaan akrabnya, perkataannya
diplintir dengan menyindir mahasiswa “jarene
mahasiswa sebagai agent of change tapi ndi buktine” dengan perkataan tegas
dan jelas.
Beliau juga mengatakan mahasiswa tolong jangan hanya melihat
lantai 27 gedung Jakarta, memang dari sebagian kita bisa menelaah
permasalahan-permasalahan di media atau permasalahan politik praktis. Tapi berita
atau gagasan tersebut apakah berdampak signifikan terhadap kemajuan masyarakat
pedalaman?, mereka ndak butuh berita yang terjadi di lantai 27. Masyarakat butuh
edukasi, informasi dan literasi, bukan berita sampah yang kalian perdebatkan di
media sosial, MASYARAKAT TIDAK BUTUH.
Cobalah sejenak melihat kebawah, jangan Cuma memperdebatkan
permasalahan-permasalahan politik atau permasalahan di lantai 27 gedung Jakarta
itu. Sebagai contohnya membuat taman baca didaerah tertentu, mengajar di daerah
pedalaman, atau mengelola kegiatan bermanfaat lainnya. Mahasiswa diwajibkan
terjun di masyarakat “hanya” pada saat KKN. Nah pertanyaannya setelah KKN
apakah berjalan dengan baik?, okelah saat KKN kalian membuka perpustakaan
dengan koleksi buku bekas sumbangan-sumbangan yang kalian kumpulkan,
pertanyaannya apakah kalian bisa
menjamin kelanjutan perpustakaan di desa tersebut setelah kalian tidak KKN lagi?
Pernyataan yang sangat tegas juga sempat saya baca di blog
kompasiana kalau tidak salah dengan judul “mahasiswa jangan Cuma bisa demo” ini
juga sangat menggelitik, pokok persoalan dipecahkan dengan turun ke jalan
memang sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh sebagian mahasiswa, seakan
permasalahan hanya di selesesaikan dengan demo, ya memang baik-baik saja dengan
demo jika itu memang harus dilakukan, bahkan saya dukung. Tapi poin pentingnya apa selanjutnya? Misalkan tuntutan
kalian dipenuhi, apa kegiatan selanjutnya. Mencari
kesalahan pemerintah lalu demo lagi?
Pernyataan dari salah satu aktivis 98 di portal berita satu
juga mengatakan demikian, beliau sangat mengapresiasi kegiatan demo bahkan
dengan tuntutan masuk akal demo memanglah sangat diharuskan, tapi langkah
selanjutnya apa, apakah mau demo terus yang dilakukan mahasiswa, beliau juga
mengusulkan untuk kegiatan sosial sebagai kelanjutan dari demo menurunkan
presiden soeharto, rezim sudah di ganti langkah selanjutnya apakah tidak bisa
dilanjutkan dengan kegiatan sosial?, namun perkataan tersebut mendapatkan
respon yang sangat minim dari peserta diskusi.
Permasalahan tersebut juga tidak lepas dengan peningkatan penggunaan
media sosial saat ini, perkataan salah satu tokoh politik saja sudah bikin “riuh”
media sosial yang dianggap sebagai blunder dan diperdebatkan dalam forum-forum
diskusi medsos mereka, tak jarang pula saling debat dan bully dengan hastag
menjadikan meriahnya panggung sandiwara tersebut. Dan jelas lagi-lagi selalu
masalah politik lantai 27 gedung Jakarta yang menjadi perbincangan mereka.
Lalu muncul pertanyaan, gerakan apakah yang dimaksud untuk perubahan lebih di butuhkan masyarakat? banyak contohnya, misalkan seperti salah satu penggiat gerakan literasi di malang, gerakan tersebut meng-observasi apa-apa yang dibutuhkan masyarakat dengan sentuhan-sentuhan nyata, seperti pendidikan. dalam ranah yang lain seperti rumah zakat (RZ) gerakan tersebut juga sangat membantu dalam kegiatan nyata. banyak lagi contoh yang lain, dan mungkin gerakan kamu nanti salah satunya.
_________________________
Mahasiswa!! sudah saatnya kalian memikirkan dalam ranah yang
berbeda, lebih di butuhkan masyarakat. Diam untuk berfikir, bergerak demi
perubahan.
#hidupMahasiswa
Bagikan
Bangkitkan Kembali Peran Mahasiswa Sebagai Agent of Change
4/
5
Oleh
Unknown