Jumat, 10 November 2017

Cinta (Budaya) Adalah Perbuatan, Perkataan (Sosmed) Hanyalah Omong Kosong


Tanggal 10 November adalah hari bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Sudah berapa lama kita menginjakkan kaki di bumi pertiwi. Maka dengan semangat hari pahlawan inilah kita patut mempertanyakan kembali apa yang sebenarnya kita persembahkan, apa yang seharusnya kita perjuangkan untuk Indonesia.

Indonesia tidak butuh seorang yang pandai mengkritik namun seseorang yang memiliki jiwa perubahan dan selalu melihat kedepan. Kita sudah basi mengatakan kesalahan orang lain bahkan pemerintah, cukup menjawab satu pertanyaan besar pada dirimu sendiri “kamu sudah bisa apa?”.

Berbicara tentang kesalahan, seorang guru sedang menulis jawaban perhitungan pernah dengan sengaja menulis jawaban “salah” di papan tulis, diantara 9 jawaban lain yang “benar”, sontak saat itu juga para muridnya pun tertawa dan menyalahkan guru karena tidak bisa menjawab dengan benar, namun gurunya hanya tersenyum lalu berkata “seperti itulah hidup, kita sering fokus dengan satu kesalahan orang, melupakan kebaikan – kebaikan lain yang sebenarnya lebih mendominasi”.

Perkara benar dan salah memang bersifat subyektif, karena cara pandang kita berbeda menyebabkan hasil dari pemikiran pun menghasilkan pandangan yang berseberangan. Sebagai contohnya, fakta bahwa ojek konvensional akan tergantikan ojek online, siapakah yang salah? Apakah kita bisa menyalahkan teknologi, atau menyalahkan pemerintah karena tidak bisa tanggap mengayomi kedua belah pihak.

Ramai di sosmed
Ibarat benang kusut masalah benar dan salah selalu menjadikan kita sebagai oposisi biner (binary opposition), jika tidak A pastilah B. Maka dengan semangat hari pahlawan, kita sedikit kilas balik mengenai apa yang telah terjadi di Indonesia. Redam terlebih dahulu perkara “salah benar” sejenak menundukkan ego masing – masing.

Beberapa waktu lalu, Perkara klaim budaya selalu menjadi perbincangan yang hangat ditemani dengan segelas kopi, sejak beberapa waktu lalu kita selalu dihebohkan berita mengenai pengakuan beberapa hasil kekayaan budaya kita diserobot Negara tetangga. Sebagai masyarakat (yang baik) kita selalu riuh dengan banyak caci maki serta banyak petisi – petisi meminta dukungan banyak pihak.

Bahkan dengan terang terangan mengatakan hujatan kebencian terhadap Negara yang “katanya” mengakui warisan budaya kita, sebut saja reog, angklung, lagu daerah dan beberapa kesenian lainnya. Perkataan yang menggelitik datang dari bapak disaat saya menceritakan bahwa budaya kita diakui Negara tetangga, beliau dengan santainya mengatakan bahwa “hanya diakui kan! Bahkan kita pun masih bisa bermain kesenian itu, tidak dilarang disini”

Memang bapak tidak memiliki ilmu akademik yang tinggi, namun saya sedikit bisa menangkap maksudnya, diakui atau tidak yang jadi masalah adalah bukan tentang budaya-nya tapi bagaimana peran kita untuk melestarikannya, karena akan menjadi lucu jika pertunjukan budaya daerah tapi masyarakat daerah itupun kurang mengetahui budayanya sendiri. Tapi generasi kekinian malah ikut emosi di sosmed, menghujat Negara tetangga, menulis banyak petisi dan membagikannya secara rajin, simpel saja sebenarnya hanya tidak terima atas perilaku Negara tetangga. Benar? bukan murni atas dasar cinta, karena cinta adalah perbuatan, perkataan dan janji manis hanyalah omong kosong belaka.

Acara budaya selalu sepi
Jika benar karena cinta, hadirilah beberapa acaranya, ikut serta melestarikan dengan berlatih, mengenalkan kepada buah hati atau kepada generasi kekinian tentang kebudayaan Indonesia, jangan cuma ngoceh di sosmed.

Kemarin di kampus ada dua acara sekaligus bersamaan,
yang satu diadakan oleh BEM Universitas Negeri Malang (BEM U) yaitu acara bertajuk festival nusantara 2017 acara tersebut dimeriahkan oleh persembahan tarian dari beberapa forda (forum daerah) mahasiswa asal dari kampus UM. Acaranya di depan graha rektorat UM, gratis! (bahkan parkir gratis)

Dan acara satunya datang dari BEM FE Universitas Negeri Malang yaitu GKM (Gebyar Kreativitas Mahasiswa) dimeriahkan isyana saraswati di gedung graha cakrawala dan membayar 50K untuk setiap tiket masuknya (belum termasuk parkir)

*bisa di bayangkan lebih ramai mana? (oke jawab dalam hati aja sekalian di elus – elus *nelangsa)

-Flashback: Bahkan di hari tari sedunia yang bertepatan dengan tanggal 29 April 2017, UKM sanggar tari karawitan Universitas Negeri Malang mengadakan acara 7 jam menari di alun – alun merdeka kota Malang, acara gratis bahkan tempatnya pun luas. Namun sangat disayangkan, masyarakat yang datang hanya sedikit jika dibandingkan luas alun – alun. Bisa dibayangkan disaat mendung (teduh) masyarakat merapat ke tengah acara di depan panggung, habis gelap terbitlah terang, saat panas kembali menyengat (buyar deh).

Dengan semangat 10 November inilah momen yang tepat untuk merenungkan kembali arti “bangga budaya” tersebut dengan menjadikan prioritas pilihan, dan semoga “cinta” itu bisa terbukti benar adanya.


*salam ^_^

Bagikan

Jangan lewatkan

Cinta (Budaya) Adalah Perbuatan, Perkataan (Sosmed) Hanyalah Omong Kosong
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.