Kali ini saya akan mencoba membagikan pengalaman saya pribadi mendapatkan teguran dari pak pol yang sedang menjalankan tugas. Perlu diketahui memang saat ini marak sekali cegatan atau istilahnya operasi polisi untuk menertibkan pengendara. Entah kebetulan atau tidak, saat ini utang negara untuk pembangunan sangat deras sekali, bersamaan juga semua instansi diketatkan masalah administrasi, gerakan berantas pungli dan korupsi oleh beberapa lembaga sangat gencar sekali.
Dulu teman saya buat SIM Cuma bayar aja tanpa tahu tes nya
seperti apa SIM udah dikantongin. Di era saat ini selain makin sulit tesnya
berbasis IT, polisi juga ndak mau di sogok. Alhasil saya belum mengantongi
surat izin mengemudi (SIM), bukan apa-apa memang terkadang tidak menyempatkan
waktu, karena pengalaman dari SMK tak pernah memegang SIM sekalipun belum
pernah kena tilang.
Mungkin saat ini teguran buat saya agar segera mengurus
surat izin tersebut, sudah sering kali saya pulang pergi (Ngawi-Malang)
menggunakan sepeda motor, pertama saya bareng rekan dekat, hingga akhirnya saya
memberanikan diri OTW sendirian, beberapa kali tidak mendapatkan masalah
berarti, takutnya sih cuman ban bocor, karena saking ndak pernah ketemu sama
pak pol.
Bahkan ketika main ke pantai, batu, pujon, ngantang daerah
malang dan sekitarnya juga ndak pernah kena operasi pak pol. Pada saat itu,
setelah menyelesaikan PPL dalam benak saya ingin sekali pulang kerumah juga
sekaligus meminta do’a untuk kelancaran skripsi saya, pulang hanya membawa uang
20Rb saja dari Malang. Nekad? Banget. Tapi bensin udah saya isi Full.
Sebenarnya saya udah diingetin teman saya kalo lampu depan
mati, tapi apa mau dikata tekad udah bulat, apapun yang terjadi budalkan saja.
Keluar dari jalan alun-alun batu, perasaan udah ga enak,
merasa ada yang ganjil, jadi inget kalo polisi sering operasi di jam-jam
efektif yaitu sekitar jam 09.00 sampai jam 14.00, nah saya sampai batu sekitar
pukul 10.00.
Sampai di pertigaan songgoriti, saya kepikiran untuk ambil
jalur kanan (satu jalur) tapi sempet inget teman saya ke-tilang karena salah jalur, saya memutuskan lewat jalur benar (kiri-
jalan berliku menuju pujon).
Memang jodoh tak kemana-mana, persis di kelokan pertama
setelah SPBU, banyak sekali polisi melakukan interogasi kepada pengguna jalan
untuk ketertiban surat-surat pengendara.
Udah ndak bawa uang, lampu depan mati, ndak bawa SIM, kena
cegatan lagi, pasrah dah mau gimana lagi. Ketika ditanya saya jawab aja jujur “ndak
ada SIM pak” akhirnya saya di suruh menepi untuk ditanya-tanya, sebenarnya saya
menyiapkan HP untuk merekam jika polisi minta uang pungutan, saya punya bukti. Tapi
ternyata saya langsung di sodori surat/slip berwarna biru.
Entah apa bedanya slip biru dan merah rumor yang beredar
jika slip biru kita pasrah mengakui
kesalahan kalau slip merah kita ndak
tahu apa kesalahan kita/ngeyel. Bedanya lagi (masih menurut rumor) kalau
slip merah kita menunggu hasil sidang untuk ditentukan bayarnya berapa, kalau
slip biru harus membayar sejumlah denda maksimal yaitu tertuang pada UU No. 22
Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Berapa tilang SIM? Sebesar 1
Juta. Busyet dah.
Benar saja saat itu juga saya ditanya kelengkapan identitas
untuk mengisi slip biru, lalu ditanya Nomor HP yang katanya nanti akan di SMS
nomor Briva tilang untuk pembayaran denda tilang di ATM BRI. Saya merasa ada
yang ndak beres,
saya tanya balik,
saya “pak saya mau sidang bukan transfer”
pak pol “iya mas, ini sidang”
saya “kok pake transfer segala, saya mau bayar di pengadilan
pak”
pak pol “iya mas, jadi sistem baru saat ini adalah e-tilang,
anda membayar sejumlah denda maksimal, kepada bank yang ditunjuk sebelum H-4
tanggal sidang lalu bukti transfer dibawa ke pengadilan untuk mengambil STNK”
saya “tapi pak, saya dari luar kota?”
pak pol “apa transfer sekarang 1 Jt di bank, nanti kembali kesini mengambil STNK”
pikiran saya udah buntu, memang pengalaman sidang baru kali
ini, juga mengenai sistem e-tilang, ataupun peraturan baru mengenai tilang
belum pernah ada sosialisasi.
Akhirnya saya hanya bisa pasrah, begitu pak pol tanya “apakah
ada lagi yang bisa ditanyakan” saya hanya diam aja gak tau harus bilang apa. Akhirnya
saya memutuskan pulang melanjutkan perjalanan ke Ngawi dengan pikiran antara
sebal dan bingung.
***
Memang banyak versi yang
mengatakan sistem e-tilang tersebut, setelah saya tanya saudara ataupun grup FB
(Info Cegatan) info mengenai sistem e-tilang ataupun tilang slip biru banyak sekali versi.
1. karena slip biru, saya
membayar denda maksimal sejumlah 1Jt di Bank BRI
2. Jangan transfer. Ikut sidang
aja pada tanggal tertera nanti bayar aja di sana
3. transfer aja, nanti
ada sejumlah uang kembalian dari pengadilan jika dijatuhi denda ringan.
4. jangan transfer,
jangan ikut sidang, biarkan kadaluarsa, nanti silahkan ambil STNK di kejaksaan
dengan membayar denda kecil.
Entah bagaimana bisa
begitu banyak versi, tapi saya tak ingin ambil pusing, saya tanya ke polisi
daerah saya (BABINSA) menurut beliau memang peraturan baru menggunakan sistem
e-tilang BISA dilakukan untuk
memepermudah para pelanggar lalu lintas. Saya tanya balik, “kalau ndak transfer
gimana pak, satu juta lumayan”. Beliau menjelaskan tidak apa-apa.
Akhirnya sampai pada
tanggal sidang saya tidak men-trasnfer sejumlah uang. Dan anehnya saya tinggal
mengambil STNK di Kejaksaan bukan di pengadilan negeri (PN) dengan membayar 100Rb.
_______________________
Dari cerita diatas, bisa
kita ambil kesimpulan bahwa perlu adanya
sosialisasi dari kepolisian mengenai peraturan tilang agar masyarakat juga
sadar akan pentingnya mematuhi peraturan dan meminimalisir akan pungutan liar,
karena masyarakat paham. BUKAN info simpang-siur yang mereka dapat.
Akhir kata, semoga dengan
ini kita bisa lebih tertib berkendara, dan jika kalian terkena operasi polisi
hadapilah dengan bijak. Asal kita benar kenapa harus takut.
Kalau memang TERBUKTI salah
ya ikuti peraturan yang berlaku.
SEMOGA BERMANFAAT…………
Bagikan
Sistem e-tilang terbaru? Pengalaman Tilang Slip Biru Luar Kota
4/
5
Oleh
Mansur Hidayat