Budaya literasi di Indonesia merupakan yang paling terendah
diantara beberapa Negara lain di dunia, buku buku di perpustakaan ibarat barang
kuno berselimut debu tak penah tersentuh. Pun dalam sekolah – sekolah jarang sekali kebiasaan dan pentingnya membaca
di prioritaskan kepada siswa atau mungkin gurunya pun tidak memiliki jiwa
literasi.
Di satu sisi yang lain, digitalisasi media informasi deras
tak terbendung menyerbu semua lapisan masyarakat hingga pedalaman. Perkembangan
teknologi informasi belum pernah dalam sejarah mencatat seperi pada sekarang
ini, banyak pakar dalam penelitian mereka mengatakan bahwa jika ingin mengikuti
perkembangan teknologi seperti smartphone, PC, dan camera dan teknlogi
sejenisnya setidaknya harus mengganti teknologi mutakhir setiap enam bulan
sekali, bisa di bayangkan betapa derasnya inovasi – inovasi dunia teknologi
tersebut.
Dengan demikian, jika dulu kita mengenal dunia hanya lewat
buku bahkan ada slogan “buku adalah jendela dunia” hal tersebut bisa ditepis
dengan mudah. Jika zaman kecil dulu TV adalah satu – satunya media visual yang
menyuguhkan informasi dan hiburan, maka sekarang hal tersebut adalah salah
besar. Teknologi memaksa semua orang bertransformasi menuju era serba digital.
Lalu muncul pertanyaan, apakah memang budaya membaca
se-minim itu untuk generasi kekinian, apakah ada penelitian mengungkap budaya
membaca generasi milenial sekarang ini, yang ada hanyalah laporan – laporan
menunjukkan budaya membaca kita memang lemah, tapi itu kan membaca buku
konvensional. Bagaimana dengan buku digital, e-book, berita online, jurnal,
novel digital ? belum ada data yang benar – benar valid menilai hal tersebut.
Walaupun entah apa yang mereka baca, namun faktanya masih
cukup banyak generasi kekinian yang suka membaca, buktinya setiap saat menulis
dan membaca status dan story. Hal tersebut menunjukkan bahwa
budaya membaca dan menulis memanglah sebuah rutinitas mereka, namun disayangkan
kegiatan mereka kurang menemukan faedah yang berarti, kicauan yang bertebaran
di medsos menunjukkan lemahnya pengetahuan mereka, hingga tak jarang hal sangat
pribadi pun di upload. Memang taka da
yang melarang namun secara tidak sadar hal tersebut mencerminkan lemahnya bacaan
yang bermutu bagi mereka.
Maka yang diperlukan adalah “daya Tarik” bagaimana
menumbuhkan budaya literasi dengan gaya dan cara “kids jaman now” ini di
lakukan. Sehingga kesan bahwa buku adalah barang kuno dalam perpustakaan yang
horror bisa dengan mudah ditepis. Diperlukan inovasi yang bisa mengantarkan generasi
muda saat ini mengenal literasi sebagai kebutuhan mereka.
Potensi menjadikan literasi sebagai sahabat bisa dilakukan
dengan memanfaatkan potensi – potensi berupa digitalisasi dan inovasi
perpustakaan. Jaman sekarang, buku sudah menjelma menjadi mudah di bawa kemana –
mana, perpustakaan bukan lagi satu – satunya tempat untuk melihat semua koleksi
buku. Perpustakaan tidak lagi sebagai tempat mencari ilmu, bahkan di kampus –
kampus diperpustakaan hanya kumpulan mahasiswa lama yang mengerjakan skripsi
atau sekedar mengerjakan tugas sambil wifi an.
Perpustakaan seharusnya bisa menjadikan tempat yang
menyenangkan dalam belajar, daya Tarik yang dimaksudkan agar generasi milenial
sekarang ini mampu mendekatkan diri mereka dengan bacaan bacaan yang lebih
berbobot, salah satunya dengan adanya elektronik perpustakaan, contoh lain
seperti website cerpenmu com atau kompasiana (pembaca bisa berkontribusi dan
ada reward bagi penulis terbaik) dengan demikian mereka tetap bisa membaca dan
menulis tanpa menghilangkan kesan kekinian pada hakikat literasi.
Perpustakaan harus bisa memikat dengan adanya inovasi yang
menyenangkan. Menjadikan bacaan sebagai sahabat dan kebutuhan juga perlu
ditekankan, maka untuk mewujudkan nya diperlukan kesadaran dari semua pihak
terutama seorang guru. Untuk mewujudkan Indonesia membaca memang membutuhkan
waktu yang lama untuk menjadi kebiasaan, namun sangat dimungkinkan bisa
terwujud.
_________________________________
#salamLiterasi
#salamAksara
Bagikan
Literasi dan Generasi Zaman Now
4/
5
Oleh
Unknown